Tebing
Pagi ini otot-ototku sudah sekeras tebing batu yang beberapa bulan ini kupahat. Sore kemarin aku baru saja menyelesaikan huruf terakhir dari kalimat yang kuukir, A. Aku memulainya di awal Januari tahun ini. Butuh satu bulan penuh untuk menyelesaikan satu huruf saja. Tetapi aku lega berhasil menyelesaikan semuanya tepat waktu. Kini aku akan menunjukkannya kepada seseorang. Dan kurasa, tanggal 17 Agustus ini adalah waktu yang tepat.
Aku membuka kamar Ibu. Di atas tempat tidur, wanita pahlawanku itu terbaring sangat lemah. Dia melirik dan tersenyum kepadaku dengan lembut. Aku mendekat dan mencium keningnya.
“Ibu, ada yang ingin Galih tunjukan”
Ibuku hanya tersenyum, ya, memang hanya itu yang bisa dia lakukan, karena kelumpuhan tubuh rentanya. Aku mengangkat tubuhnya dan kuletakan di kursi roda, lalu mendorongnya sampai ke halaman rumah kami, dimana kami bisa melihat tebing batu yang kuukir.
“Ibu, selamat ulang tahun untuk Ibu dan Indonesia”
Kataku sambil menunjuk tebing batu di depan kami. Mata Ibuku basah dengan bibir yang tersenyum memandang kalimat di tebing batu itu. Kalimat yang bermakna untuk negeri ini, tentunya untuk Ibuku juga. Di setiap surat cinta Ayah untuk Ibuku, kalimat itulah yang selalu menjadi salam pembuka dan penutupnya.
Pagi ini otot-ototku sudah sekeras tebing batu yang beberapa bulan ini kupahat. Sore kemarin aku baru saja menyelesaikan huruf terakhir...