Belalang


Kabut basah mulai memenuhi udara sekitar kami, gerimis kecil ini mungkin akan mulai membesar. Ibu itu masih duduk di tempatnya, menatap jalan yang tidak terlalu sibuk. Satu atau dua kendaraan berlalu seolah tanpa perduli kehadirannya. Beberapa menit yang lalu aku mendengar do’a Ibu itu.

“Ya Allah, suamiku sedang sakit, biasanya dia menemaniku melakukan semua ini, berikanlah dia kesembuhan, semoga hari ini engkau berikan kemudahan rejeki kepada kami, Amin”

Wajah Ibu itu semakin terlihat lelah ketika senja hari akan segera tiba, Ibu itu tetap memperhatikan jalanan yang tetap tidak terlalu sibuk itu. Sesekali dia berdiri dan memandang ke kedua arah yang berlawanan, lalu seperti memikirkan sesuatu sambil kembali ke tempat duduknya semula.

Setelah hari benar-benar berubah menjadi senja, terlihat wajah yang putus asanya memandang ke arah kami, lalu dia bangkit dari tempat duduknya dan membereskan tikar dan tasnya. Tiba-tiba dari ujung jalan sebuah mobil berwarna hitam menurunkan kecepatannya hingga berhenti tepat di depan Sang Ibu yang sedang berkemas. Dia menoleh dengan cepat dan menampakkan senyum dari wajahnya yang lelah bersamaan kaca mobil yang bergerak turun.

“Silahkan Pak...” Kata Ibu itu semangat.

“Serenteng berapa Bu?” Kata lelaki yang berada di dalam mobil.

Ibu itu tersenyum sambil memberikan tanda isyarat dengan jari-jari tangannya.

“Ya sudah, saya beli semuanya...”

Raut bahagia terpancar jelas di wajah Ibu itu yang langsung dengan cekatan menghampiri aku dan teman-temanku yang dari tadi tergantung di palangan kayu. Sesaat kemudian ibu itu mengulurkan kami ke arah kaca mobil yang terbuka bersamaan dengan uluran beberapa lembar uang kertas dari orang yang di dalam mobil.

“Terima kasih Pak” Kata Ibu itu bahagia.

Aku dan teman-temanku disambut dengan gembira oleh orang-orang di dalam mobil yang sepertinya keluarga. Mesin mobil berderu dan mobil mulai bergerak perlahan. Aku masih bisa melihat Ibu itu melambaikan tangan, aku tahu dia telah sangat lelah setelah bekerja keras untuk menangkap kami sendiri. Kini dia bisa pulang membawa sedikit rejeki dari hasil menjual kami, Semoga do’a ibu itu terkabul. Kami tahu kami akan segera berakhir di penggorengan atau semacamnya, tapi melihat senyum dan canda tawa keluarga yang membawa kami kini membuat kami merasa berharga, dan kami bahagia bisa membahagiakan mereka semua.

Share this:

CONVERSATION

0 komentar:

Post a Comment