The Ghost (Part 1)
Image by: Nico Nordström follow Nico on flickr |
Sudah sembilan hari, semenjak orang terpandang dan dianggap ningrat oleh penduduk desa ini hijrah ke Jakarta, meninggalkan rumah besar di samping kantor kelurahan itu sepi tak berpenghuni. Dan desas-desus tentang suara-suara yang berasal dari rumah bergaya arsitektur belanda itu mulai menyebar keseluruh desa.
"Semalam, ketika aku pulang paling terakhir dari rapat desa, aku mendengarkan seperti ada yang memainkan piano dari rumah besar itu" Kata Faizal serius.
"Aku juga pernah mendengar orang ramai seperti memasak dan mencuci perlengkapan dapur di waktu subuh" Kata Gatra.
Keresahan akan keberadaan hantu di rumah besar itu itu memang telah menyebar, entah berita itu benar atau tidak, karena cerita dari mulut ke mulut memang selalu lebih gesit dari pada berita dari perusahaan informasi berbasis teknologi tertinggi sekalipun.
Pagi ini Asta melaporkan keresahan warga kepada kepala desa.
"Menurutmu, cerita seperti itu harus kita percaya As?" Tanya Kepala Desa meragukan laporan Asta.
"Percaya tidak percaya sih pak, tetapi warga menjadi sedikit takut untuk dekat-dekat dengan rumah itu, itulah yang menyebabkan beberapa kali acara pertemuan di kantor kelurahan untuk membahas masalah-masalah desa dengan warga sepi yang hadir pak" Pungkas Asta.
"Sebaiknya nanti kita rapatkan bagaimana solusinya, sekarang saya mau ke kecamatan dulu, ada beberapa hal penting tentang persiapan kedatangan Bupati ke lokasi situs cagar budaya yang mau di buka besok" Kata Kepala Desa di sambut anggukan Asta.
Karena rasa penasaran, Asta memutuskan untuk mengamati rumah yang sebenarnya sering dia lewati itu, dia bahkan pernah beberapa kali berkunjung dan masuk ke ruang tamu rumah besar tersebut. Dari sudut gerbang yang terkesan menyatu dengan tembok pagar kantor kelurahan itu, Asta mengamati. Rumah bercat warna putih dengan ornamen warna abu-abu pada jendela dan pintunya itu benar-benar sepi.
Ada perasaan merinding menghampiri Asta, ingin rasanya dia segera berlalu saja. tetapi ada perasaan yang seolah-olah memintanya untuk lebih lama memperhatikan rumah itu. Mata Asta tertegun pada sebuah jendela kamar yang tertutup kaca berkelambu pada bagian dalamnya.
"Seharusnya jika ditinggal lama, daun jendela kayu yang berada dibagian luar itu ditutup" Pikir Asta.
Entah mengapa Asta tertaik dengan gorden berwarna putih kekuningan berhiaskan warna bermotif bunga dan daun berwarna kehijauan itu, dia perhatikan setiap detil motifnya. Tiba-tiba... dada Asta berdegub dengan kencang, dia tak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya, gorden itu bergerak, bukan karena tiupan angin, terkuat sebentar dan kemudian menutup lebih rapat. kejadian singkat itu membuat Asta tidak bisa menggerakkan kakinya.
"Asta?"
Kali ini Asta benar-benar terlonjak dan berteriak.
"Hoi.. hai... hah" Lukman yang berada dibelakang Asta juga terlonjak karena reaksi Asta saat dia memanggil Asta sambil menepuk pundaknya.
"Duh..., kamu ini Luk..., buat kaget orang saja"
"Ye, aku juga ikutan kaget tau" Kata Lukman membalas "Lagian kenapa sih kamu kuperhatiin dari tadi, ngelihatin rumah itu sampai nggak kedip, atau jangan-jangan kamu kena hipnotis sama hantu dari rumah itu ya? hati-hati lho?" Kata Lukman sambil mengeluarkan gaya bergidik.
"Ah, kamu ini, nggak lah" Kata Lukman "Tapi, aku tadi lihat ada yang benerin gorden jendela?"
"Hah, yang bener?" Kata Lukman.
Asta hanya mengangguk ragu, dia tiba-tiba merasa antara yakin dan tidak yakin apakah gerakan gorden yang baru saja dilihatnya itu nyata atau halusinasinya saja.
"Ah, aku kabur dulu ah, serem disini" Kata Lukman langsung ngacir.
Asta menggeleng-gelengkan kepalanya untuk membuat perasaannya lebih baik, kemudian melangkah kembali ke kantor. Dia memilih untuk diam dan tidak menceritakan kejadian yang baru saja dia alami, lalu segera menyibukan diri dengan komputer dan berkas-berkas yang ada di depannya.
Bersambung ...
0 komentar:
Post a Comment